Selasa, 29 Juli 2025

Membaca Tren P4GN 2025: Apa Peran Nyata Organisasi Mahasiswa Anti-Narkoba dalam Pencegahan Narkoba?

Membaca Tren P4GN 2025: Apa Peran Nyata Organisasi Mahasiswa Anti-Narkoba dalam Pencegahan Narkoba?

Tahun 2025 menandai babak baru dalam perang melawan narkoba. Peredaran zat adiktif kini tidak lagi hanya terjadi di lorong-lorong gelap atau tempat hiburan malam, tetapi juga menyelinap ke dalam genggaman tangan melalui media sosial, aplikasi pengiriman, dan bahkan platform e-commerce. Di tengah lanskap yang berubah ini, strategi nasional P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba) dihadapkan pada kebutuhan untuk melibatkan aktor-aktor muda terutama mahasiswa dalam barisan paling depan pencegahan.

Organisasi mahasiswa anti-narkoba, yang dulunya lahir sebagai bentuk idealisme kolektif, kini dituntut lebih dari sekadar eksistensi. Mereka tidak lagi cukup hanya membuat seminar atau memasang spanduk. Dunia telah berubah cepat, dan begitu pula modus operandi para pelaku kejahatan narkotika. Pertanyaannya kini, apakah organisasi-organisasi mahasiswa anti-narkoba ini mampu beradaptasi dan benar-benar memberi dampak, atau hanya berjalan di tempat sebagai pelengkap program tahunan?


Perubahan Wajah Narkoba: Dari Jalanan ke Jejaring Digital

Laporan dari Bali Post (2023) dan BNN (2024) menggambarkan bagaimana sindikat narkoba saat ini mengoperasikan jaringannya dari dalam lapas, memanfaatkan media sosial untuk menyamarkan transaksi dengan dalih menjual barang legal seperti parfum, vitamin, hingga “obat penambah energi”. Remaja dan mahasiswa menjadi target utama karena dianggap labil secara psikologis dan aktif di dunia digital.

Fenomena ini menempatkan organisasi mahasiswa dalam posisi strategis. Mereka memiliki jaringan sebayanya, memahami bahasa platform, dan mampu menjangkau kelompok usia yang menjadi sasaran empuk para pelaku. Tapi sayangnya, banyak yang belum memanfaatkan posisi ini secara maksimal.


Realitas di Lapangan: Antara Idealisme dan Administrasi

Di atas kertas, organisasi mahasiswa anti-narkoba biasanya memiliki daftar kegiatan yang cukup lengkap: seminar nasional, penyuluhan ke sekolah, kampanye, hingga kegiatan aksi sosial. Namun jika ditelusuri lebih dalam, tidak semua kegiatan tersebut berangkat dari kebutuhan lapangan atau analisis isu yang konkret. Banyak yang hanya digelar untuk memenuhi kewajiban struktural atau laporan pertanggungjawaban akhir periode.

Seorang mahasiswa yang menjadi pengurus di salah satu organisasi kampus pernah mengaku bahwa program kampanye yang ia jalankan “lebih fokus ke gugurnya program kerja” daripada ke efektivitas pesan. Apakah mahasiswa yang hadir di seminar benar-benar mengubah perilakunya? Apakah pesan kampanye diterima dan dipahami oleh sasaran audiens? Jawaban ini kerap tak pernah dicari, karena memang tidak ada mekanisme untuk menelusurinya.


Potensi Besar, Tapi Minim Pola

Padahal, jika dikelola dengan pendekatan yang lebih strategis, organisasi mahasiswa bisa menjadi pelopor P4GN berbasis komunitas. Penelitian Ramadhan & Darwis (2023) dalam Jurnal Focus UNPAD menjelaskan bahwa remaja dan pemuda sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, baik mikrosistem (keluarga dan teman sebaya) maupun makrosistem (budaya dan media). Di sinilah peer educator memiliki peran penting.

Namun, hingga hari ini, konsep “pendidikan sebaya” belum menjadi kerangka kerja utama organisasi mahasiswa. Kaderisasi sering berhenti pada regenerasi struktur, bukan penguatan peran. Program penyuluhan ke sekolah pun masih dominan satu arah yaitu pengurus bicara, peserta mendengar, tanpa diskusi bermakna.


Tertinggal di Era Digital

Tren narkoba digital menuntut kampanye yang responsif dan kreatif. Namun sebagian besar organisasi masih terpaku pada format lama: poster formal, caption kaku, seminar yang sepi interaksi. Di era TikTok, Reels, dan konten satir, cara-cara seperti ini nyaris tak terdengar.

Padahal, menurut BNN (2024), pencegahan berbasis media sosial kini menjadi salah satu pendekatan paling relevan. Ini membuka ruang besar bagi organisasi mahasiswa untuk tampil sebagai produsen narasi tandingan dalam membuat konten yang relatable, segar, dan membongkar mitos seputar narkoba yang banyak beredar di ruang digital.


Saatnya Bergerak Melampaui Program

Untuk menjadi mitra strategis dalam P4GN, organisasi mahasiswa perlu mentransformasi cara pandang: dari “penyelenggara program” menjadi “agen perubahan perilaku”. Artinya, tidak cukup hanya membuat acara, tetapi juga membangun ekosistem yang konsisten mendukung gaya hidup sehat dan bebas narkoba.

Beberapa langkah penting yang bisa dilakukan:

1.     Menerapkan sistem evaluasi dampak, bukan hanya evaluasi teknis kegiatan.

  1. Melibatkan mahasiswa dari berbagai latar belakang, termasuk psikologi, komunikasi, teknologi, dan seni agar kampanye lebih interdisipliner dan menarik.
  2. Bermitra dengan pihak eksternal seperti BNN, LSM, atau media kampus, agar gerakan lebih luas dan berkelanjutan.
  3. Melakukan riset kecil, seperti survei sikap mahasiswa terhadap narkoba, untuk membuat program yang berbasis kebutuhan nyata.


Penutup: Membangun Gerakan, Bukan Guguran Agenda

P4GN bukan sekadar slogan, ia adalah tanggung jawab kolektif. Organisasi mahasiswa memiliki posisi yang tidak dimiliki lembaga lain yang dekat dengan sesama, relevan secara usia, dan fleksibel dalam bergerak. Tapi kedekatan tanpa kesadaran, dan fleksibilitas tanpa arah, hanya akan melahirkan agenda-agenda kosong.

Kini saatnya bertanya, apakah organisasi mahasiswa akan menjadi pelopor perubahan dalam perang melawan narkoba, atau terus nyaman sebagai pelengkap formalitas kampus?


    Sumber:

  • Ramadhan, D. N., & Darwis, R. S. (2023). Analisis Fenomena Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja Berdasarkan Teori Sistem Ekologi. Jurnal Focus, Unpad. Vol. 6 No. 2.
  • Bali Post. (2023). Dikendalikan Napi, Sindikat Manfaatkan Medsoshttps://www.balipost.com
  • BNN.go.id. (2024). Mohamad Jupri: Hati-hati Bujuk Rayu Penawaran Narkobahttps://bnn.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar