3,3 JUTA PENYALAHGUNA NARKOBA DI INDONESIA 2025 : SIAPA SAJA MEREKA?
Pada tahun 2025, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam isu penyalahgunaan narkoba. Data dari BNN mencatat bahwa sekitar 3,33 juta jiwa penduduk Indonesia terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
Siapa Saja Mereka?
Penduduk dengan rentang usia produktif (15-24 tahun) menjadi penyumbang terbesar dari banyaknya isu penyalahgunaan narkoba. Bahkan remaja dengan rentang usia 15-24 tahun menyumbang 314 ribu orang pengguna aktif. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, prevalensi remaja meningkat dari 1,44% (2021) menjadi 1,52% (2023).
Dimana Mereka Berada?
Secara geografis, terdapat lima provinsi yang menjadi zona merah dengan kasus penyalahgunaan narkoba yang cukup tinggi, diantaranya yaitu :
1. Sumatera Utara dengan tingkat prevalensi sebesar 6,5%
2. Sumatera Selatan dengan tingkat prevalensi sebesar 5,0%
3. DKI Jakarta dengan tingkat prevalensi sebesar 3,3%
4. Sulawesi Tengah dengan tingkat prevalensi sebesar 2,8%
5. DI Yogyakarta dengan tingkat prevalensi sebesar 2,3 %
Tingginya tingkat prevalensi di kelima wilayah tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor seperti jalur perdagangan narkoba internasional, urbanisasi dan kepadatan penduduk, serta lemahnya sistem deteksi dini.
Apa Dampak Sosial dan Ekonominya?
Penyalahgunaan narkoba tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, tetapi juga menjadi beban besar bagi perekonomian dan sistem hukum negara. Perputaran uang dari peredaran narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai Rp. 500 triliun pertahun angka yang cukup besar mengalahkan beberapa sektor ekonomi resmi.
Dalam peradilan pidana, lebih dari 135 ribu narapidana saat ini berada di penjara akibat kasus penyalahgunaan narkoba. Sayangnya, cara penanganan yang lebih menekankan pada penangkapan dan pemenjaraan justru menimbulkan masalah baru. Penjara menjadi terlalu penuh karena banyaknya orang yang ditahan akibat kasus narkoba. Bahkan, jumlah tahanan bisa hampir dua kali lipat lebih banyak dari kapasitas ideal yang seharusnya.
Apakah Rehabilitasi Sudah Menjadi Solusi?
BNN mendorong agar pendekatan rehabilitasi dapat menggantikan hukuman penjara bagi para pengguna, terutama bagi mereka yang bukan pengedar. Saat ini, sudah terdapat beberapa rehabilitasi diantaranya yaitu :
· 216 fasilitas rehabilitasi milik pemerintah
· 649 mitra layanan rehabilitasi masyarakat
· 418 Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) yang menjangkau desa/kelurahan
Namun, jumlah yang ada saat ini masih belum mencukupi dibandingkan jumlah penyalahguaan yang ada. Keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia juga menjadi hambatan besar. BNN hanya memiliki sekitar 4.000 personel aktif, angka yang jauh dari yang seharusnya lebih ideal yaitu 12.000 untuk menjangkau seluruh wilayah rawan.
Apa Strategi Pemerintah?
Dalam mengatasi masalah ini, pemerintah telah menyusun rencana strategis, dengan fokus terhadap empat pilar utama :
1. Keamanan
Berfokus pada pemutusan jaringan peredaran narkoba, baik ditingkat nasional maupun internasional. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas personel penegak hukum (BNN, Polri, Bea Cukai).
2. Pembangunan Manusia
Aspek ini menekankan bahwa manusia adalah benteng pertama pencegahan narkoba. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu dengan mengintegrasikan pendidikan bahaya narkoba di kurikulum sekolah dan kampus.
3. Kolaborasi
Permasalahan narkoba bersifat multidimensi, sehingga perlu ditangani secara lintas sektor dan kolaboratif. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu dengan membangun kerja sama antara BNN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, dan TNI/Polri.
4. Kelembagaan
Berfokus pada penanganan narkoba yang tidak cukup dengan hukuman penjara, tetapi memerlukan pendekatan medis, psikologi, dan sosial. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu dengan menambah fasilitas rehabilitasi rawat jalan dan rawat inap.
SUMBER
https://bnn.go.id/bnn-susun-rencana-aksi-nasional-p4gn-tahun-2025-2029
Tidak ada komentar:
Posting Komentar