Generasi Muda di Tengah Gelombang Narkoba Digital: Modus Baru via Sosial Media & Aplikasi
Perkembangan teknologi digital tidak hanya membuka peluang positif bagi masyarakat, namun juga menciptakan celah baru bagi kejahatan, termasuk peredaran narkoba. Saat ini, sindikat narkoba semakin adaptif terhadap zaman, menyusup ke dunia maya dan menjadikanmedia sosial serta aplikasi pesan sebagai jalur distribusi barang haram. Mereka menargetkankelompok yang paling rentan secara emosional dan psikologis: para remaja yang sedangberada dalam masa pencarian jati diri, labil secara emosi, dan mudah dipengaruhi oleh tekanan sosial maupun rayuan digital yang terselubung. Dengan pendekatan yang halus dan manipulatif, pelaku mampu memanfaatkan celah kerentanan ini untuk menjebak korban dalam lingkaran penyalahgunaan narkoba tanpa mereka sadari.
Modus Operandi: Narkoba Berkedok Bisnis Online
Dalam laporan Bali Post (2023), terungkap bahwa sindikat narkoba yang dikendalikan oleh narapidana di lapas kini memanfaatkan media sosial untuk menjual narkoba. Denganmenyamarkan transaksi sebagai penjualan barang umum seperti parfum atau pakaian, jaringan ini meminimalkan kecurigaan pihak berwenang. Pengiriman pun dilakukan melaluiekspedisi umum atau sistem tempel menggunakan ojek online, menjadikannya nyaris tanpajejak.
Sementara itu, BNN melalui Deputi Pencegahan Mohamad Jupri (2024) mengingatkanbahwa modus sindikat kini lebih halus. Mereka menyasar remaja melalui bujuk rayu dan bahasa yang memanipulasi emosi, seperti menawarkan "obat kuat", "obat penambah energi", atau "penghilang stres", yang sebenarnya adalah narkoba jenis baru seperti tembakau sintetis.
Mengapa Remaja Rentan?
Seperti dijelaskan dalam jurnal Focus Universitas Padjadjaran (2023), masa remajamerupakan fase pencarian jati diri yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Teman sebaya, keluarga, media, dan sekolah memiliki peran besar membentuk keputusan remaja. Jika faktor-faktor ini tidak memberikan pengaruh positif—misalnya karena konflik keluarga, perundungan di sekolah, atau minimnya edukasi bahaya narkoba—remaja akan mudahterjerumus.
Dalam teori ekologi Bronfenbrenner yang digunakan pada jurnal tersebut, sistem lingkunganseperti mikrosistem (keluarga, teman), mesosistem (interaksi antar lingkungan), dan makrosistem (budaya dan norma sosial) semuanya mempengaruhi keputusan individu. Ketika remaja terpapar normalisasi narkoba di media sosial atau dibiarkan tanpa pengawasan digital, risiko penyalahgunaan meningkat signifikan.
Peran Strategis Keluarga dan Sekolah
Keluarga dan sekolah adalah garda terdepan dalam pencegahan. Pengawasan orang tuaterhadap aktivitas digital anak sangat penting, disertai dengan komunikasi yang terbuka dan edukatif. Sekolah juga perlu mengintegrasikan literasi digital dan edukasi bahaya narkobadalam kurikulum, tidak hanya lewat seminar, tetapi juga melalui pembelajaran tematik yang menyentuh kehidupan nyata remaja.
Rekomendasi Pencegahan Kolaboratif
Penutup
Gelombang narkoba digital adalah ancaman nyata bagi generasi muda. Dengan modus yang makin canggih dan sasarannya yang emosional, peran semua pihak menjadi sangat penting. Jangan sampai ruang digital yang seharusnya memberdayakan justru menjadi pintukehancuran.
Divisi Pusat Data dan Informasi UKM GERHANA UNNES 2025, Divisi Jaringan dan Komunikasi UKM GERHANA UNNES 2025 berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Sumber: